Tuesday, March 24, 2009

Emas Bombana

LAPISAN kabut tipis meyelimuti kawasan perbukitan Rarowatu, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Namun ribuan orang dari berbagai kabupaten berbondong-bondong turun ke Sungai Tahi Ite yang membelah perbukitan itu. Tujuan mereka hanya satu: mendulang emas. Alhasil, lahan yang dahulunya sepi lantaran ditinggalkan para transmigran asal pulau jawa itu kini tiba-tiba menjadi hiruk-pikuk sepanjang waktu.Sebagai tempat istirahat dan menginap, mereka mendirikan tenda berbahan terpal di sekitar lokasi penambangan: Maklum rata-rata para pendulang yang tempat tinggalnya jauh menginap tiga sampai empat hari di tempat ini.Untuk sampai ke ladang emas ini, para pendulang menempuh berbagai macam cara, mulai dari jalan kaki, bersepeda, naik motor hingga membawa mobil. Beberapa rombongan juga datang menggunakan truk atau mobil bak terbuka. Rata-rata waktu perjalanan mereka untuk mencapai tempat ini berbeda-beda, mulai dari tiga jam hingga tiga hari.Para pendulang ini datang dari berbagai latar dan profesi. Ada yang petani, nelayan, sampai para aparat kabupaten, guru, dan polisi. Ada banyak kendaraan pelat merah tampak parkir di tepi sungai. Bahkan, para tentara dari Kodim Kendari juga turun ke sungai untuk mendulang bersama isteri mereka."Supaya tidak penasaran mas dengar cerita tetangga dan temen-temen, makanya saya ikut juga," ujar mereka. Ya, para tentara yang seharusnya mengawasi para warga itu rupanya tak tahan juga menahan godaan untuk ikut mendulang emas.Berbaur dengan warga, mereka memakai berbagai peralatan, mulai dari skop, linggis, sampai cangkul untuk mengeduk, menggerus, dan memilah tanah maupun pasir. Wajan yang biasanya digantung di dapur kini telah berubah fungsi menjadi alat pendulang emas utama di tempat ini.Ramainya pendulang yang datang membuka peluang bisnis bagi warga sekitar. Mereka membuka warung di rumah maupun di lokasi ladang emas itu. Mereka menagguk untung besar. Sebab, mereka bisa menjajakan mi instan seharga Rp 5.000 per bungkus atau air mineral Rp 2.000 pergelas. Bahkan, ditempat ini, harga rokok rata dijual dua kali lipat dari harga pasaran.Selain itu karena banyak warga yang datang menggunakan kendaraan bermotor, harga bensin pun ikut-ikutan melonjak. Kita harus merogoh Rp 15.000 hingga Rp 20.000 untuk seliter bensin.Namun, suasana di tempat langka ini tak selalu ceria. Suasana muram menyelimuti sejenak ketika terdengar kabar bahwa seorang pendulang telah tewas tertimbun tanah saat penggalian berlangsung. Rupanya ia terlau bersemangat menggali tanpa memperhatikan keselamatan.Sejak bulan puasa lalu hingga kini, jumlah orang yang meninggal akibat tertimbun tanah saat penggalian telah mencapai 10 orang lebih.

No comments: